Oleh, Abdul Karim Munthe[*]
Kata “perkawinan” diawali dengan per dan diakhiri an, sering
diindektikkan negatif oleh sebagian
kalangan masyarakat Indonesia, dan lebih memilih istilah pernikahan. Padahal
menurut penulis antara kata kawin dan nikah sama saja, sebagaimana dijelaskan
dalam KBBI:
Nikah: Ikatan (akad) perkawinan yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama: Sedangkan Kawin membentuk
keluarga dng lawan jenis; bersuami atau beristri; menikah.
Perkawinan
tanpa harus dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw pun, secara lahiriah setiap orang
akan melakukan perkawinan. Sebab, perkawinan selain untuk tujuan kebahagian
dunia dan akhirat, dia juga adalah bagian dari kebutuhan biologis setiap orang
yang harus dipenuhi tanpa terkecuali. Oleh karenanya pula, pernikahan
dikategorikan sebagai ibadah, walaupun demikian, perintah menikah bukanlah suatu
kewajiban yang harus dilakukan. Dengan demikian Nabi saw hanya menganjurkan
kepada kita untuk menikah.
Walaupun
demikian, bukan berarti semua orang ingin menikah, tanpa terkecuali. Banyak juga
yang kerena motif tertentu tidak menikah, karena pendidikan, ibadah, bahkan ada
juga yang karena nasipnya yang tidak laku. Dari contoh tersebut, seseorang yang tidak
menikah dapat dikatogorikan ketiga (3) golongan, pertama: karena pilihan; kedua:
karena takdir/cultural, dan ketiga: karena struktural.
Dengan
menikah atau kawin dikatakan banyak mendapatkan keuntungan, sebagaimana
dijelaskan dalam tujuan dari perkawinan itu sendiri, yaitu sakinah, mawaddah
dan rahmah. Jika kita lihat semua tujuan ini ditujukan untuk
kebahagian selama di dunia, yang muaranya nanti akan berakhir di akhirat, oleh
karenanya setiap orang yang menikah, pada umumnya akan mengikrarkan diri akan
menjadi pasangan suami-istri dunia dan akhirat. Di samping itu menikah adalah
sebagian dari agama. Keuntungan lain juga disebutkan dalam Alquran bahwa
perempuan akan mendatangkan harta.
Perlu
digaris bawahi di sini terkait harta. Memang dalam Alquran dijelaskan bahwa perempuan
akan mendatangkan harta. Penulis menilai bahwa ayat ini ditujukan untuk memotivasi
bagi mereka yang ingin menikah, akan tetapi takut karena tidak memiliki
uang/modal.
Harta
sering kali menjadi masalah dalam setiap keluarga. Hal ini perlu diantisipasi
jikalau-kalau suatu saat nanti ada permasalahan, walaupun setiap pasangan yang
menikah pasti tidak menginginkan permasalahan itu datang dalam pernikahan
mereka.
Harta dalam
perkawinan menjadi penting untuk kita diskusikan, sebab, masih banyak dari
masyarakat yang tidak paham akan permasalahan ini. Setelah penulis melakukan
penelitian secara sederhana terkait dengan harta yang ada hubungannya dalam
perkawinan, dapat ditemukan dalam beberapa hal.
Pertama,
ketika awal akad
pernikahan, yaitu mahar. Kedua, paska akad pernikahan, selama perniahan sedikitnya
2 hal yang berkaitan dengan harta yang harus dipahami oleh setiap orang yang telah
menikah maupun yang akan menikah. Diantaranya, sebagaimana umumnya telah kita
ketahui adalah harta nafkah. Dalam peraturan per-uu-an yang berlaku di
Indonesia, nafkah adalah kewajiban sorang suami, baik terhadap istri dan
anak-anaknya, hal ini tercantum dalam pasal 34 UU No. 1/1974. Kedua, selama
dalam ikatan perkawinan, harta yang dihasilkan dari suami-istri adalah harta miliki
bersama (lazim disebut harta bersama). Dengan demikian setiap apapun yang
dimiliki paska akad nikah adalah menjadi milik bersama, oleh karenanya apabila
terjadi putusnya perakwinan akibat meninggal, permohonan cerai ataupun akibat
gugat cerai, harus dibagi dua. Perlu diketahui bahwa Harta bersama tidak akan ada, jikalau sebelum pernikahan ada perjanjian
kawin antara suami dan istri.
Terakhir
ketika perkawinan berakhir. Perkawinan berakhir dapat diklasifikasikan kedalam
tiga hal, karena meninggal, cerai talak, dan gugat cerai. Cerai karena
meninggal, akan muncul harta waris dan/atau wasiat, berakhir karena cerai talak
atau gugat cerai akibat hukumnya terhadap harta adalah biasa disebut dengan
iddah dan/atau harta bersama.
Dari
pejelasan di atas dapat kita pahami bahwa perkawinan bukan hanya berakibat pada
akan terbentuknya keluarga, tapi juga berpengaruh pada kehidupan ekonomi,
khususnya ekonomi keluarga.
Terimakasih atas perhatiannya!
Moga tepat waktu dan tepat
pada waktunya dapat jodoh.
[*]
Makalah disampaikan pada diskusi yang dilakukan AntaBena. Penulis adalah salah
seorang pendiri Asosiasi Masyarakat Peduli Perkawinan (AMPP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana menurut anda? Silakan beri komentar!