Subscribe to Zinmag Tribune
Subscribe to Zinmag Tribune
Subscribe to Zinmag Tribune by mail

KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

18.43 Diposting oleh abdul karim munhte
PENDAHULUAN

Berbicara tentang korupsi di Negara kita, terasa geli dikarenakan hampir setiap tahun memiliki peningkatan, sampai ada surat kabar memberikan sebutan Indonesia sebagai “sorga koruptor”. Hasil survey Tranparancy Internasional (TI) menemukan tahun 1995 Indonesia berada di posisi paling atas dari 41 negara terkorup didunia, kemudian menjadi peringkat ke 10 dari 54 negaran pada tahun, kemudian pada tahun 1997 menduduki peringkat ketujuh dari 52 negara, dan pada tahun 1998 menduduki peringkat ke enam dari 85 negara, kemudian menduduki peringkat ketiga dari 99 negara pada tahun 1999, pada tahun 2000 peringkat kelima terkorop dari 90 negara di dunia, pada tahun 2004 indonesia terkorup pada urutan ke 135 dari 145 negara, dan baru-baru ini Indonesia pada peringkat ke 111 dari 180 negara didunia. Juga hasil penelitian semakin memperparah keadaan. Menurut laporan bpk repoblik Indonesia pada tahun 2003 dan 2004 menemukan 2.128 kasus yang dapat merugikan Negara sebesar Rp 7,12 T.

Korupsi adalah pruduk dari sikap hidup suatu kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasasaan mutlak. Sampai-sampai . Ada orang mengatakan, korupsi merupakan “seni hidup”, dan menjadi salah satu aspek kebudayaan kita.

Inilah yang menyebabkan penulis ingin mengupas apa sebenarnya yang terjadi pada masyarakat kita dan pemimpin kita, sehingga pertumbuhan korupsi menjamur, dan akan terus berkembang, kalau tidak dibasmi dengan cepat sampai ke akar-akarnya.

PENGERTIAN KORUPSI:

Kata koropsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corroptus yang berarti merusak, tidak jujur (bohong), dapat disuap, atau sesuatu yang rusak atau hancur.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia menyebutka korupsi berarti penyelewengan atau penggelapan uang Negara atau perusahaan dan sebaginya untuk keuntungan pribadi dan orang lain. Bahasa inggris menyebutkan a corrupt manuscript yang berarti naskah yang rusak dan juga dapat digunakan kerusakan tingkah laku (immoral) atau tidak jujur (dishonest), juga tidak besih (impure).

Sayyid Hussein alatas menegaskan “esensi korupsi adalah pencurian melalui penipuan dalam situasi yang menghianati kepercayaan”.

Azyumardi Azra mendefenisikan “penggunaan kekuasaan public (public power) untuk mendapatkan keuntungan (material) pribadi atau kemanfaatan politik.

Secara yuridis dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi, pasal 2 ayat 1 "perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau satu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dan dalam pasal tiga juga disebutkan bahwa "korupsi adalah setiap tindakan dengan tujuan menguntukan diri sendiri atau orang lain atau satu koperasi, menyalah gunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

MODUS-MODUS KORUPSI

Banyak para pakar yang memberikan bahwa korupsi memiliki berbagai modus diantaranya adalah Amien Rais mantan ketua MPR dan mantan ketua PP Muhammadiah dan Alatas. Amien Rais menyebutkan ada empat modus korupsi yitu:

1. korupsi ekstortif

adalah korupsi dengan modus sogokan atau suap yang dilakukan oleh pengusaha kepada pengusaha, untuk mendapatkan fasilitas tertentu.

2. korupsi manipulatif

mengandung arti permitaan seseorang kepada pejabat legislative atau pejabat eksekutif untuk membuat regulasi atau peraturan tertentu yang dapat menguntungkan orag tersebut meskipun itu berdampak negative bagi masyarakat luas.

3. korupsi nepotistic

yaitu korupsi dikernakan adnya ikatan keluarga , seperti dia memiliki keluarga yang ia berikan fasilitas yang berlebihan atau di terima menjadi pegawai tanpa ada pertimbangan atau hal-hal yang patut untuk dia menyandang predikat tersebut.

4. korupsi subversif

yaitu perampokan kekayaan Negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan kepada pihak asing untuk kepentingan pribadi.

Kemudian Alan memberikan modus-modus korupsi membagi kedalam enam modus yaitu:

1. transaktif

korupsi yang ditandai adanya jesepakatan timbale balik antara pihak pembeli dan penerima keuntungan beersama, dan kedua-duanya sama-sama aktif dalam menjalankan perbuatan ini.

2. investif

modus korupsi yang melibatkan penawaran barang atau jasa tertentu agar pekerjaan atau tugas si pemberi jasa mendapatkan keuntungan sebanyak munkin.


3. ekstroktif

bentuk korupsi dengan cara menyertakan bentuk-bentuk pemaksaan dari pihak tertentu untuk melakukan penyuapan dengan cara memberikan sejumlah uang atau jasa untuk menutupi kerugian yang mengancam dirinya.

4. nepotistic
5. autogenetic

modus korupsi yan menggunakan kesempatan untuk memperoleh keutnunga dari pengetahuan dan pemahaman atas sesuatu yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.

6. supportif

dengan cara menciptakan suasana kondusif dengan cara menciptakan suasana kondusif untuk melindungi atau mempertahankan kelangsungan tindak pidana korupsi tertentu.

Modus-modus lain juga dikemukakan United Nation Office on Drugh and Crime, sebuah lembaga di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ada sembilan modus korupsi;

1. korupsi besar dan kecil
2. korupsi aktif dan tidak aktif
3. korupsi suap dalam bebagai bentuk dan tujuannya
4. korupsi dengan modus penggelapan
5. korupsi bermodus pemerasan
6. korupsi bermodus penyalah gunaan kekuasaan
7. korupsi dengan modus favoritisme
8. korupsi dengan modus membuat atau mengeksploitasi kepentingan yang saling bertentangan
9. korupsi yangbermodus kontribusi politik yang berlebihan dan tidak tepat.

Dari modus-modus diatas sebenarnya apayang menyebabkan korupsi begitu subur dinegara tercita ini, padahal di Negara-negara Asia Indonesia adalah Negara pertama yang memilki undang-undang tinadak pidana korupsi sejak tahun 1957.

Yang menjadi pertanyaan besar sekarang ini adalah kenapa korupsi begitu marak di negeri tercinta ini?. Masalah korupsi bias disebabkan banyak sebab, baik individual maupun social, diantaranya adalah kemiskinan, moral yang kurang, kekuasaan, budaya, ketidak tahuan, lemahnya kelembagaan politik, adanya kesempatan, penyakit bersama, dan berbagai jenis lainnya. Penyakit itulah yang menyebabkan korupsi semakin tumbuh liar tak terkendalaikan, bahkan yang lebih parah lagi adalah banyak koruptor yang menganggap hal ini sebagai kebiasaan yang sudah lumrah, sehingga dia tidak merasa berdasa ketiaka ia terjerumus dalam masalah ini, bahkan banyak tersengka yang tidak malu bahwa dia tidak mengakui bahwa sanya dia korpsi, padahal fakta telah membuktikan dia bersalah. Dan yang paling terpenting adalah korupsi banyak terjadi dikernakan menipisnya keimanan sehingga ia tidak malu menghianati kepercaan masyarakat, dan amanah masyarakat dan tuhannya.

Jika sebab-sebab diatas disimplifikasikan, modus-modus korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal:

1. corruption by greed

korupsi karena keserakahan, rasa tidak puas apa yang telah ia miliki, dan senantiasa ingin ia perolaeh dengan menghalalkan segala cara.

2. corruption by need

korupsi dikernakan kebutuhan, yaitu kebutuhan yang amat ia perlukan yang tidak dapat tidak, maka dia dengan terpaksa mengambil yang bukan haknya, disinilah kita perlu memperhatikan pegawai atau burh kita yang kehidupannya kurang memadai dan di bawah wajar.

3. corruption by chance

korupsi dikernakan ada peluang atau kesempatan, disinilah letak pentingnya undang-undang yang disususn untuk mempersempit kesempatan gerak-gerik para koruptor.

HUKUM POSITIF DALAM MENANGGAPI KASUS INI

Banyak undang-undang pidana yang mengatur masalah korupsi ini sebagai mana Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/061957 tentang tindak pidana koupsi. Tahun 1967 terbit undang-undang No. 24/Prp/1967 dan Kepres No. 228/1967 tentang pemberantasan korupsi. Demikian seterusnya sampai pada tahun 1998 terbit TAP MPR No. XI/MPR1998 tentang pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, tahun 1999 terbit UU No. 28/1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN dan UU No. 31/1999 tentang pembarantasan tindak pidana korupsi, tahun 2002 terbit UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tahun 2004 terbit kepres No. 59/2004 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan tahun 2005 terbit kepres No. 11/2005 tentang tim koordinasi pemberantasan Tipikor.

Dalam perspektif hokum positif di Indonesia, defenisi korupsi dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 tahun 1999 dan UU No. 20 tahun 2001, dan dalam UU tersebiut juga disebutkan sanksi bagi yang melanggar.

Seperti perseorangan atau korporasi yang melawan hokum dan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara dipidana penjara seumur hidup, atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00, bahkan dalam keadaan tertentu dapat dijatuhi pidana mati. Sedangkan perorangan atau korporasi menyalahgunkan kewenangan, kesempatan atau pasilitas yang ada padanya, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp 50.000.000.00 dan paling banyak Rp 1.000.000.00

Dalam UU No. 20 tahun 2001 disebutkan bahwa menyuap pegawai negeri adalah korupsi, dan pelakunya di ancam dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun atau denda paling sedikit Rp 50.000.000.00 dan paling banyak Rp 250.000.000.00 dan memberi hadiah kepada pegawai negeri juga termasuk korupsi. Jadi segala bentuk penyuapan digolongkan kepada korupsi.

TANGGAPAN HUKUM ISLAM HUKUM ISLAM

Masalah korupsi dalam keilmuan islam tidak ada dijelaskan secara gamblang dalam masalah ini, tapi para ulama ulama banyak mentitik beratkan korupsi kepada ghulul, seperti ulama nahdhutul ‘ulama seperti yang di tuangkan dalam keputusan musyawarah nasional alim ulama tentang masail mau dhu’iyyah siyasiyyah tanggal 28 juli 2003, mereka berpendapat bahwa melakukan korupsi adalah dosa besar dan pelakunya dikenakan potong tangan.

Terkait masalah korupsi khalifah Umar bin Abdul Aziz—salah satu khalifah masa Umayyah—menetapkan sangsi berupa cambuk dan ditahan , dalam waktu yang lama (ibn Abi Syaibah. Mushannaf Ibn Abi Syaibah, V/528; Mushannaf Abd ar-razzaq, X/209). Sedangkan khlifah umar ibn khattab mempunyai cara lain dalam menanggapinya, yaitu dengan cara mengambil harta yang dicurigai sebagai hasil praktik korupsi.

Imam Syafi’i dan Ahmad Ibn hanbal berpendapat bahwa pelaku korupsi harus mengembalikan uang yang di korupsi, meskipun ia dikenakan hokum yang lain. Lain halnya dengan imam Abu Hanifah berpendapat bila pelaku korupsi telah dikenakan sanksi maka dia tidak wajib mengembalikan uang yang ia korupsi. Sesaui dengan surah Al-Maidah: 38.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang praktek korupsi, suap, dan pemberian hadiah pada pejabat sebagai perbuatan yang dilarang oleh agama. Sebagai mana keputusan fatwa munas VI MUI nomor 4/munas VI/MUI/2000 tanggal 28 juli 2000 menyatakn Allah melarang umatnya untuk korupsi, sejalan dengan firman Allah dalam surah Al-Baqorah [2]: 188.

KESIMPULAN

Sebagai kesimpulannya bahwa hukum apa saja tidak ada yang membolehkan praktik korupsi adapun itu hukum positif, hokum adat, lebih-lebih lagi hukum agama, khususnya islam sangat melarang korupsi, dan mengganjar pelakunya dengan hukuman dunia dan akhirat.

Setidaknya ada tigal hal yang yang tercederai dalam korupsi:

1. korupsi mengabadikan diskriminasi
2. korupsi mencegah perwujudan pemenuhan hak ekonomi, social, dan budaya rakyat, terutama rakyat miskin
3. korupsi memimpin kearah pelanggaran hak sipil polotik warga

Yang lebih menyedihkan bahwa korupsi telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dengan merampok dan membunuh masa depan masyarakat dan Negara secara perlahan-lahan tapi pasti.

و الله اعلم بالصواب

By: Abdul Karim Munthe

You can leave a response, or trackback from your own site.

0 Response to "KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM"

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? Silakan beri komentar!